Pendidikan merupakan faktor utama dalam kemajuan dan perkembangan suatu bangsa, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan juga menjadi faktor untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan seseorang, serta untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang ada pada sumber daya manusia melalui proses belajar mengajar.
Diperlukan hal-hal untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa yang dapat memberikan rangsangan agar siswa mampu memahami yang disampaikan oleh guru selama proses belajar mengajar, salah satunya dengan merancang instrumen penilaian yang dapat membuka pola pikir siswa untuk berfikir kritis.
Merancang intrumen penilaian dapat dengan menggunakan soal HOTS (Higher Order Thingking Skiils), soal HOTS (Higher Order Thingking Skiils) yang dikembangkan dapat melatih siswa untuk berfikir kritis. Purnamasari juga mengungkapkan bahwa Produk instrumen penilaian mampu mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik berdasarkan tingkat kemampuannya. Penilaian merupakan kewajiban bagi setiap guru sebagai sarana informasi kepada siswa dan sekolah mengenai kemampuan serta penguasaan yang dicapai siwa tentang materi yang telah diberikan.
Pengembangan instrumen penilaian menghasilkan produk berbeda dengan instrumen penilaian yang umum guru gunakan. Siswa tidak hanya memiliki kemampuan kognitif tetapi juga bisa mengembangkan kemapuan berfikir kritis dengan mengaplikasi dan menganalisis dalam menyelesaikan masalah melalui soal-soal yang diberikan.
Fenomena yang terjadi sebagian tenaga pendidik masih menggunakan cara-cara konvensional dalam proses belajar hal ini juga diungkapkan Irwan bahwa sebagian tenaga pendidik masih nyaman dengan proses belajar yang konvensional sehingga perubahan paradigma proses pembelajaran konvensional menuju digitalisasi perlu diterapkan.
Berdasarkan hasil wawacara dengan 3 orang guru mata pelajaran Ekonomi di SMA mengenai intrumen penilaian yang pernah dibuat bahwa : (1) Terdapat hambatan-hambatan dalam merancang instrumen penilaian seperti memilih pertanyaan- pertanyaan yang bervariasi, mencocokkan dengan metode pembelajaran dan membuat pertanyaan- pertanyaan dalam bentuk HOTS (Higher Order Thinking Skills), (2) Tenaga pendidik lebih sering mencontoh soal-soal yang ada dibuku peserta didik atau buku pengangan lainnya, (3) Tenaga pendidik tidak melakukan analisis butir soal pada instrumen penilaian yang diberikan, (4) Tenaga pendidik juga jarang menggunakan atau memanfaatkan aplikasi kuis online tersebut.
Hal ini disebabkan karena instrumen penilaian di sekolah hanya mengukur kemampuan berpikir dasar peserta didik dan sebagian tenaga pendidik tidak melakukan analisis pada butir-butir soal dan kecenderungan mencontoh soal-soal dibuku paket serta hanya membuat soal-soal yang hanya berlevel pengingat (c1) dan pemahaman (c2) sehingga tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa. Suarjana (2020) juga mengatakan beberapa guru melakukan buku karena merasa sebagai tanggung jawab semata.
Sejalan dengan buku Mabruroh & Suhandi yang menemukan bahwa ketersediaan alat ukur yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik sangat kurang, sedangkan alat uji kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan di semua subjek.