Fiqh kontemporer itu merupakan
sempadan dari istilah masail fiqhiyyah, maka ada kemungkinan mengarah untuk
mereduksi pengertian fiqh kontemporer kepada wilayah kajian fiqh atau isu-isu
kontemporer. Kecenderungan pemberian makna seperti ini banyak diikuti oleh para
pemikir muslim di beberapa bagian belahan dunia islam, tak luput pula di
Indonesia. Buku-buku yang ditulis dengan judul “Masail Fiqhiyyah” atau
“Problematika Hukum Islam Kontemporer” memuat banyak sekali kasus-kasus terkini
yang belum pernah muncul sebelumnya. Oleh karena itu, sangat dapat diterima
jika pengertian fiqh kontemporer dikesankan bersifat responsif. Artinya fiqh
dewasa ini sudah dapat cepat tanggap terhadap kasus-kasus terkini yang meminta
jawaban dari sisi kedudukan hukum Islamnya.[1]
Masail Fiqhiyyah adalah fikih yang
berorientasi kepada masalah-masalah yang kontemporer, yang bersifat baru tetapi
bukan pembaharuan atau bid’ah. Banyak hal-hal baru yang belum ada pada jaman
nabi, baik secara zatnya, peristiwanya maupun keadaan lingkungan dan masyarakat
yang berubah karena adanya kemajuan teknologi, industri, politik dan ekonomi.
Banyak hal dapat mempengaruhi perubahan jaman dan keadaan, dimana akan terjadi
hal-hal yang baru yang menuntut ketegasan hukum Islam dalam mensikapi keadaan
tersebut. Misalnya, terkait dengan ijab qobul melalui media telpon atu
videocall. Hukum perkawinan sendiri bukan hukum yang baru, akan tetapi apabila
pelaksanaannya menggunakan sistem komunikasi jarak jauh apakah ijab qobul itu menjadi
sah? Atau terkait dengan jual beli online yang akadnya hanya melalui pesan
WhatsApp, padahal jual beli secara fikih juga mensyaratkan bahwa objeknya harus
jelas dan dapat diserah terimakan ketika jual beli berlangsung.