Bimbingan karir pertama kali dikenal di Amerika Serikat dengan istilah Vocational Guidance yang dipelopori oleh Frank Pearson pada tahun 1908. Pelaksanaan program bimbingan karir tentu didasari oleh kebijakan pendidikan atau kurikulum yang diterapkan pada satuan pendidikan. Menurut Hooley & Godden (2022) dalam konteks lingkungan sekolah, bimbingan karir memiliki relevansi yang erat dengan kebijakan pendidikan dan melibatkan guru yang profesional dalam bidang karir yang dimana ia memilih spesialis dalam memberikan berbagai kegiatan pendidikan guna mendukung pencapaian karir bagi peserta didik serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pendidikan.
Dunia
pendidikan saat ini sangat perlu untuk mengeksplorasi kompetensi yang dibutuhkan
dalam dunia kerja, karena pada saat
ini cenderung masih terjadi gap antara dunia pendidikan khususnya
di jenjang Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dan juga dunia industri.
Draganidis & Mentzas (2006) mengemukakan bahwa bagi setiap
perusahaan perlunya secara
berkelanjutan untuk
melaksanakan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan core competencies untuk menghadapi persaingan. Jika sistem pendidikan SMK tidak dapat menyesuaikan dengan tuntutan dunia kerja, fenomena tersebut akan menyebabkan terhambatnya penerapan kurikulum SMK yang familiar dikenal dengan istilah link and match, yaitu korelasi antara pendidikan vokasi dengan industri kerja. Dunia pendidikan mestinya berusaha untuk dapat menyesuaikan kompetensi yang diharapkan dalam dunia kerja yang semakin menuntut adanya kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi perubahan yang semakin sulit diprediksi.
Wahyuni et al (2022) mengemukakan bahwa masih banyak lulusan SMK yang belum memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan dunia kerja. Dengan kejadian ini akan cenderung beresiko meningkatkan tingginya angka pengangguran bagi lulusan SMK. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik bahwa dari setiap jenjang pendidikan, lulusan SMK masih mendominasi tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 11, 13 persen, disusul lulusan SMA 9, 09 persen di tahun2021.
Super & Knasel (1981) mengatakan bahwa peserta didik di usia 16-18 tahun) khususnya dalam bidang karir mestinya memiliki kemampuan untuk membuat perencanaan karir yang didasari oleh minat, potensi yang dimiliki, serta nilai-nilai yang ingin perjuangkan untuk mencapai kesuksesan hidupnya di masa depan. Dalam hal ini peserta didik di usia 16-18 tahun termasuk bagi peserta didik pada jenjang SMK.
Pada pendidikan di jenjang SMK memiliki tujuan khusus dalam pelaksanaan bimbingan karir, yaitu menyiapkan peserta didik yang dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat serta mengenal dan memahami tuntutan pasar kerja. Dengan ini tentu sangat relevan dengan tujuan sekolah kejuruan yaitu untuk mewujudkan perilaku yang siap kerja di tengah masyarakat, sehingga lulusan SMK nantinya dapat bekerja dengan produktif sesuai dengan harapan dan tuntutan kerja yang dirilis oleh dunia usaha dan dunia industri serta memiliki kepekaan terhadap kebutuhan jasa atau industri yang diminati masyarakat saat ini.
Melalui layanan bimbingan karir peserta didik SMK dapat memgembangkan kemampuan untuk mengenal dan memahami dunia kerja, merencanakan karir serta kemampuan untuk mengambil keputusan dalam pilihan karir. Peserta didik di jenjang SMK diharapkan untuk dapat mengambil keputusan karir yang tepat, dalam artian bahwa mereka telah mampu memilih dan menentukan kegiatan yang mendukung karirnya di masa depan berdasarkan kemampuan akan pengetahuan, kesiapan, dan juga keterampilan dari peserta didik.
Maka dari itu bimbingan karir memiliki peranan yang cukup penting terhadap kesuksesan peserta didik termasuk pada jenjang SMK. Yusuf (2006) mengemukakan bahwa suatu pekerjaan yang dilakukan oleh peserta didik di jenjang SMK/SMA merupakan sesuatu yang secara sosial diakui sebagai cara yang langsung maupun tidak langsung memenuhi kebutuhan, mengembangkan perasaan eksis dalam konteks lingkungan masyarakat, serta memperoleh sesuatu yang mereka inginkan dalam mencapai tujuan hidup di masa depan.