Kita dapat berargumen bahwa sejak hari pertama di tahun 1970-an ketika ARPANET menghubungkan empat komputer bersama-sama, lahirlah IoT. Namun, definisi konsep yang diterima secara umum mengacu pada jaringan mesin (benda) yang terhubung dengan sedikit campur tangan manusia. Ketika kebanyakan orang mendengar tentang “Internet”, mereka membayangkan seorang manusia sedang menjalankan sebuah gadget. Namun, IoT adalah tentang menghubungkan mesin bersama-sama dengan cara semi-otomatis yang secara unik berbeda dari jaringan yang bergantung pada manusia. Perhatikan bahwa mesin tidak harus pintar atau mampu membuat keputusan untuk menjadi bagian dari jaringan IoT. Bola lampu dan sederhana yang terhubung melalui sinyal radio jarak pendek dan dapat mengikuti instruksi sederhana dari jarak jauh dapat dianggap sebagai bagian dari jaringan IoT. Oleh karena itu, ada perbedaan antara keterhubungan dan kecerdasan. Keterhubungan sudah cukup untuk menjadi bagian dari jaringan IoT.
Biasanya, konstruksi semacam itu mampu menskalakan setidaknya satu dari beberapa dimensi: dalam aplikasi kesehatan pribadi yang khusus, perangkat yang dapat dikenakan di pergelangan tangan orang-orang sekarang. Perangkat tersebut berpotensi berjumlah jutaan perangkat yang semuanya “terhubung” menurut protokol tertentu yang efisien dan aman. Dimensi lain di mana IoT menyediakan skala adalah jumlah data yang dianalisis. Dalam sistem manufaktur tradisional, para ilmuan dan teknisi melakukan pembacaan sensor dan pengukuran secara teratur dan sering untuk membuat keputusan tentang cara menjalankan sistem secara efisien. Seberapa sering manusia dapat membaca meteran itu dan mencari kesalahan? Dan bahkan ketika membaca, dapatkah kita melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam menganalisis data setiap saat? Dengan menghubungkan instrumen manufaktur melalui jaringan, kita dapat menskalakan volume data yang dikumpulkan dan dianalisis secara terus menerus dan akurat.